Friday, May 31, 2013

Metode Sampling dan Analisis Vegetasi


 





BAB I

                             PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
            Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendeskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagai konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan tersebut, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani  dari pelaksana, dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Umar, 2013).
            Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah unutk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2010).
            Suatu daftar jenis yang terdapat dalam suatu komunitas pada suatu periode pertumbuhan, merupakan hal penting untuk menentukan struktur dari satuan vegetasi. Dari jenis tumbuhan indikator kita dapat menduga  keadaan suatu lingkungan yang ada. Tumbuhan Indikator merupakan jenis tumbuhan yang menunjukkan sifat-sifat karakteristik habitatnya, apabila tumbuhan tersebut ditemukan secara dominan. Daftar flora yang ada juga penting untuk melihat keragaman jenis yang terdapat dalam komunitas (Umar, 2013).
            Berdasarkan uraian tersebut, maka dilaksanakanlah percobaan tentang metode sampling dan analisis vegetasi ini dan akan disampaikan pula cara melakukan penghitungan data yang berkaitan dengan parameter kuantitatif untuk studi komunitas tumbuhan.
I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk melatih kepadatan, frekuensi, dan dominansi dari organisme penyusun dalam komunitas dengan menggunakan metode petak tunggal, petak ganda, linetransek dan belt transek.
2.      Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dari rumu-rumus sederhana dalam anilisis populasi.

I.3 Tempat Percobaan
            Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Mei 2013, pada pukul 10.00-13.00 WITA, Bertempat di belakang Omega, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.









BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

            Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah unutk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari. Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba, dan liana (Indriyanto, 2010).
            Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur komunitasnya tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies  organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat memengaruhi fungsi suatu komunitas , bahkan dapat memeberikan pengaruh pada keseimbagan sistem dan akhinya  berpengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengsruhi pada stabilitas komunitas (Soegianto, 1994).
            Indeks dominansi  (index of dominance) adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman  spesies merupakan cirri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994).
            Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur  iklik yang ada di sekitarnya, misalnya temperatur, kelembapan, angin, dan curah hujan, serta menetukan kondisi iklim setempat  dan iklim makro. Sebaliknya, unsur-unsur iklim tersebut adalah komponen alam yang memengaruhi kehidupan (Indriyanto, 2010).
            Di dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi sutau spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat diketemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intennsitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i (F-i) dan frekuensi relatif spesies ke-I (FR-i) dapat dihitung dengan rumus (Indriyanto, 2010) sebagai berikut yaitu:
F =
F-i =
FR-i =   x 100%
            Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K (Indriyanto, 2010) mempunyai rumus sebagai berikut:
K = 
K-i = 
KR-i =    x 100%
            Indeks dominansi  (index of dominance) adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman  spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994).
            Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam  suatu komunitas tumbuhan sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Soegianto, 1994).
            Sebuah indeks yang disebut indeks nilai penting (INP) sebagai jumlah dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan luas penutupan relatif. Dengan demikian, indeks nilai penting (INP) dan indeks nilai penting untuk spesies ke-I (INP-i) dapat dituliskan dengan rumus (Gopal dan Bhardwaj, 1979) sebagai berikut:
INP = KR + FR + CR
INP-I = KR-I + FR-I + CR-i
            Metode petak merupakan prosedur merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan. Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran. Di samping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis kontur (garis tinggi/garis topografi) dan sejajar satu dengan yang lainnya. Sedangkan metode garis berpetak dianggap sebagai modifikasi dari metode petak ganda atau metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Untuk metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak (Indriyanto, 2010).
            Metode transek pada umumnya dipakai untuk jenis vegetasi tertentu misalnya padang rumput, semak atau tumbuhan perdu lainnya. Penggunaan metode petak/plot seringkali kurang praktis dan membutuhkan bayak waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan 3 macam metode transek (Umar, 2013) yaitu sebagai berikut :

1.    Line Transect

    umumnya untuk komunitas padang rumput. Tentukan dua titik sebagai pusat garis transek, panjang garis transek biasanya 10,25,50,100 m, tebal garis transek 1 cm. Pada garis transek dibuat segmen dengan panjang 1, 5, 10 meter

2.    Belt Transect

     umumnya digunakan untuk mempelajari komunitas hutan yang luasnya, serta keadaannya belum diketahui. Lebar transek 10-20 m dan jarak antar transek 200-1000 m tergantung intensitas Padak transek dibuat petak dengan ukuran tertentu misalnya 10x10 m atau 20x20 m.

3.    Strip Sensus



BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat

            Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain alat tulis menulis, meteran, tali rapiah, dan patok ukuran 1 m.

III.2 Bahan

            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah areal yang akan diamati (areal komunitas tumbuhan).


III.3 Prosedur Kerja

            Adapun cara kerja dalam percobaan ini dengan menggunakan banyak metode sampling adalah sebagai berikut:

A.    Plot Tunggal

1.    Dipilih areal yang akan diduga keanekaragaman jenisnya.
2.    Buat petak sampel 1x1 m dalam areal tersebut dan letakkan petak secara acak atau sistematis dengan ukuran yang sesuai dengan keadaan komunitas.
3.    Lakukan perhitungan jumlah individu (rumput) pada setiap petak sampel.
4.    Buat tabel hasil pengamatan/perhitungan jenis tersebut dan dianalisis.

B.     Plot Berganda

1.     Tentukan Areal yang akan di amati.
2.     Buat petak berbentuk persegi panjang dengan ukuran 20x10 cm dan bagi menjadi 5 petak.
3.     Hitung banyak tumbuhan rumput dan jenisnya yang berada pada masing-masing petak.
4.      Catat hasil pengamatan

C.     Line Transek

1.      Tentukan areal yang akan diamati.
2.      Bentangkan tali sepanjang 10 meter dengan menggunakan patok.
3.      Hitung vegetasi yang batangnya mengenai tali dan berada di bawah tali.
4.      Masukkan data ke dalam tabel dan menganalisis data tersebut.
5.      Ulangi sebanyak 3 x prosedur kerja untuk daerah sampling lain.

D.    Belt Transek

1.      Tentukan areal yang akan diamati.
2.      Bentangkan sepasang tali sepanjang 30 meter dengan jarak antara tali satu dengan tali lain 1 m menggunakan patok.
3.      Buat petak sebanyak 30 kolom di antara 2 tali tersebut.
4.      Hitung pohon yang ada pada petak  ganjil.
5.      Masukkan data ke dalam tabel dan menganalisis data tersebut
6.      Ulangi prosedur kerja untuk daerah sampling lain sebanyak 2x.



DAFTAR PUSTAKA
Gopal, B. dan N. Bhardwaj, 1979. Element Of Ecology. Department Of Botany.    Rajasthan University Jaipur, India.

Indriyanto, 2010. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.

Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif:Metode Analisis Populasi dan        Komunitas. Penerbit Usaha Nasional, Jakarta.

Umar, Muhammad Ruslan, 2013. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Jurusan          Biologi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Monday, May 13, 2013

Percobaan keanekaragaman Bentos


Indeks Perbandingan Sekuensial keanekaragaman Bentos



BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
            Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme laut kedalam air, sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air (Salmin, 2005).
            Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa pembuangan kotoran dan cairan pembuangan industri yang masuk ke dalam sungai-sungai. Hal ini menyebabkan zat-zat beracun yang terdapat pada cairan pembuangan tersebut terlarut dan terbawa masuk ke laut. Cairan buangan adalah sisa pembuangan dalam suatu bentuk cairan yang dihasilkan dari proses-proses industri dan kegiatan rumah tangga (Michael, 1999).
            Di dalam suatu ekosistem perairan, kita dapat mengenal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu  bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos. Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam sutu perairan, hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala maupun alat-alat lainnya. Dalam praktikum ini akan dilakukan pengambilan cuplikan bentos untuk tujuan studi kuantitatif dengan menggunakan  alat pengeruk yang disebut
Eickman Crab (Umar, 2013).
I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dari percobaan ini ialah:
a.       Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks perbandingan sekuensial.
b.      Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

1.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 4 April 2013, pengambilan sampel dilaksanakan pada pukul 06.00 - 09.00 WITA, Bertempat di Danau Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan yang dilakukan didalam Laboratorium dilaksanakan pada Pukul 14.30 - 17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
           










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Beragam binatang dan tumbuhan hidup pada atau di dasar aliran, sungai, kolam, danau dan lautan. Nama bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar  dicamkan bahwa istilah “dasar” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman terbesar dari setiap  badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalamna yang berbeda, namun juga dengan sifat fisik substrat. Keragaman demikian sangat besar (Michael, 1999).
            Indeks Keanekaragaman Bentos menggambarkan perairan dalam kondisi tercemar sedang. Adanya perbedaan ini disebakan oleh sifat dasar sedimen sebagai media hidup bentos yang cenderung bersifat tetap dan mengakumulasi setiap bahan pencemar yang datang kepadanya. Terkamulasinya bahan pencemar tersebut mengakibatkan kualitas sedimen tersebut akan semakin menurun sehingga pada akhirnya akan menggaggu keseimbangan ekologis yang ada di sedimen tersebut. Gangguan terhadap keseimbangan ekologis pada sedimen tersebut terbukti dari hasil analisis keanekaragaman bentos yang menggambarkan telah terjadinya pencemaran pada tingkat sedang (Badrun, 2008).
            Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau melekat pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya, bentos dibedakan menjadi fitobentos yaitu bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu bentos yang bersifat hewan. Berdasarkan cara hidupnya bentos dibedakan atas dua kelompok, yaitu infauna (bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan) dan epifauna (bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan). Berdasarkan ukuran tubuhnya bentos dapat dibagi atas makrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran > 2 mm, meiobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran 0,2 – 2 mm, dan mikrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran < 0,2 mm (Anonim, 2011).
            Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Penurunan keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi (Anonim, 2011).
            Bentos terutama makrozoobentos memegang peranan penting di perairan yang ditempatinya. Diantaranya dapat membantu mempercepat dekomposisi materi organik sebagai makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar dan dapat juga digunakan sebagai indikator kualitas air (Zulmahdi, 1995:5). Sifat bentos yang khas yaitu memiliki toleransi terhadap perubahan lingkungan dan hidupnya yang relatif menetap. Adanya pencemaran  perairan dapat dikenali dan dapat menurunkan keragaman spesies makarobenthos (Jailani dan Nur, 2012).
            Berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, bentos khususnya makrozoobentos dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok intoleran, fakultatif dan toleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi lingkungan yang luas yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme toleran tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan organik (Ardi, 2002).
            Kehidupan organisme air yang akan berlangsung terus jika air mengandung unsur yang dibutuhkan dalam kondisi seimbang, seperti halnya kehidupan organisme lain, maka penyebaran dan kehidupan komunitas bentos juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungannya. Kelarutan Oksigen kurang dari 1 (satu) ppm akan mengakibatkan kematian bagi organisme perairan. Konsentrasi Oksigen terlarut mencapai nilai terendah pada waktu subuh dan kemudian meningkat pada waktu siang, akhirnya mencapai nilai tertinggi pada waktu siang hari (Jailani dan Nur, 2012).
            Pengeruk Ekman ini adalah alat standar yang digunakan secara luas untuk studi kuantitatif dasar lunak. Badan Pengeruk adalah suatu kotak bujur sangkar atau segiempat. Pembukaan yang lebih rendah ditutupi dengan sepasang gigi mirip sekop, yang digerakkan oleh per. Bila tertutup, gigi-gigi akan menutupi kotak secara rapat dan bila ditarik terpisah, keseluruhan dasar kotak akan terbuka. Pengeruk diturunkan dengan gigi-gigi dibiarkan terbuka. Gigi-gigi akan menutup, dan selama proses ini bahan dasar diserok oleh gigi-gigi itu. Kotak pengeruk dibuat dengan ukuran khusus sedemikian, sehingga daerah dasar yang diketai dapat diambil sampelnya. Pengeruk Ekman atau berbagai modifikasinya dapat digunakan hanya dalam dasar yang lunak dari lumpur atau lapisan (Michael, 1999).
            Zone litoral memeperlihatkan keragaman keadaan dasar yang terbesar, yaitu berpasir, berlumpur atau berbatu-batu, yang masing-masing menunjang kekhasan biota. Cara pengambilan sampel serta peralatan yang digunakan harus bersesuaian. Fauna bentik umumnya terdiri atas sedentary atau binatang yang bergerak nisbi lambat.  Dalam lingkungan kelautan, dikenal zone litoral supratidal (diatas batas air pasang tertinggi), intertidal (zone dengan ketinggian air yang berubah-ubah), dan subtidal (Permanen di bawah air) (Michael, 1999).
            Pengukuran faktor fisik dan kimia perairan seperti suhu, kecerahan, salinitas dan derajat keasaman dilakukan in situ yaitu (Jailani dan Nur, 2012):
a. Suhu           
            Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan thermometer ke dalam air.
Pembacaan skala dilakukan sewaktu thermometer masih di dalam air.
b. Kecerahan
            Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan piringan secchi ke dalam perairan hingga tidak terlihat batas hitam putih, kemudian dicatat kedalamannya. Lalu ditenggelamkan lebih dalam dan dicatat kedalamannya. Nilai rata-rata kedua jeluk tadi diambil sebagai nilai kecerahan.
c. Salinitas
            Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refragtometer yaitu dengan cara memasukkan satu atau dua tetes aquadest pada lubang ujung refragtometer setelah garis putih atau biru tepat pada titik nol, maka teteskan satu atau dua tetes air sample pada tempat yang sama dengan aquadest.
d. Derajat keasaman
            Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan mencelupkan bagian bawah atau bagian tertentu dari pH meter ke dalam aquadest selama 2-5 menit. setelah angka berada pada angka 7 maka masukkan bagian tertentu dari pH meter ke dalam air sampel.

BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah, botol ukuran 600 ml, Eickman Grab, Ayakan (Mess), Baskom, Baki plastik, dan Pinset.

III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah, Alkohol 70% dan Bentos.

III.3 Cara Kerja
III.3.1 Cara Pengambilan Sampel
            Adapun cara kerja dalam pengambilan sampel di perairan adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan Ayakan
1.      Ambillah Ayakan dan keruklah pada bagian dasar danau hingga terambil bentos yang bercampur lumpur pada dasar perairan.
2.      Bersihkan Bentos yang bercampur dengan lumpur.
3.      lakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda.
b. Menggunakan Eickman Grab
1.      Bukalah kedua belahan pengeruk eickman grab hingga menganga dan kaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
2.      Masukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
3.      Jatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya sehingga kedua belahan eickman grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat didasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
4.      Tariklah perlahan-lahan eickman grab ke atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom.
5.      Sampel kemudian diayak sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang. Seleksilah hewan bentos yang dijumpai dengan cermat kemudian masukkan kedalam botol.
6.      Lakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda.

III.3.2 Cara Kerja di Laboratorium
            Adapun cara kerja dalam melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.     Mengambil sampel yang sudah diawetkan dan menumpahkan ke dalam baki plastik.
2.     Mengambil secara acak satu per satu dengan tangan dan meletakkan ke dalam baki plastik yang lain.
3.     Membandingkan sampel yang diurutkan mulai no.1 dengan no.2, no.2   dengan no.3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah jenis tersebut sama atau berbeda.
4.     Melakukan pengamatan sampai semua sampel habis (sampel yang diambil dengan gickman grab dan ayakan pada lokasi yang sama digabung).
5.     Mencatat semua data, kemudian melakukan perhitungan indeks keanekaragaman bentos di ekosistem perairan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1  Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
A. Hasil Pengamatan Menggunakan Eickman Grab
A B AAAA C B AAAA D A

Jumlah Run                = 8
Jumlah Spesimen       = 14
Jumlah Taksa             = 4
B. Hasil Pengamatan Menggunakan Ayakan
AAAAAAAAAAAAAAA

Jumlah Run                = 1
Jumlah Spesimen       = 15
Jumlah Taksa             = 1
IV.1.2 Analisis Data
A. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial Eickman Grab
     IPS =
            =
            = 2,1 (Belum tercemar)

B. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial Ayakan
     IPS =
            =
            = 0,06 (Tercemar Berat)
Derajat Pencemaran :
> 2         = Belum Tercemar
1,6-1,9   = Tercemar Ringan
1,1 - 1,5 = Tercemar Sedang
<  1        = Tercemar Berat

IV.2 Pembahasan
                 Pada Percobaan “Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos” Di Ekosistem Perairan bertujuan untuk mengetahui keragaman bentos keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan indeks perbandingan sekuensialnya dan untuk mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.
                 Dalam melakukan percobaan ini perlu dilakukan pengambilan sampel pada perairan yang memiliki organisme didalamnya. untuk mengambil bentos ada 2 metode yang digunakan yaitu menggunakan ayakan dan eickman grab. Cara menggunakan ayakan yaitu menyiapkan ayakan dan keruklah lumpur yang ada bentosnya sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda. Sedangkan untuk menggunakan eickman grab, caranya yaitu membuka belahan eickman grab hingga menganga dan kaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut, Selanjutnya memasukkan pengeruk ke dasar perairan secara vertikal sampai dasar kemudian jatuhkan logam pembeban sepanjang tali hingga belahan eickmna grab  tertutup dan masukkan isi eickman grab kedalam baskom.
                 Dengan mengunakan 2 metode dalam pengembalian sampel didapatkan data hasil yang berbeda yaitu untuk metode ayakan jumlah run yang didapatkan yaitu 1, jumlah specimen 15, dan jumlah taksa 1, sehingga dengan  menggunakan rumus S.C.I (I.P.S) dalam menguji nilai indeks perbandingan sekuensial eickman grab didapatkan nilainya yaitu 0,06. Kemudian dibandingkan dengan derajat pencemaran yaitu terletak  < 1 sehingga perairan tersebut dalam keadaan tercemar berat. Adapun untuk metode eickman grab didapatkan hasil bahwa jumlah run 8, jumlah spesimen 14, dan jumlah taksa 4 sehingga dengan menggunakan I.P.S didapatkan hasil yaitu 2,1 dan dibandingkan dengan derajat pencemaran terletak pada > 2 sehingga dapat dikatakan pencemaran tersebut belum tercemar.
                 Kondisi perairan dengan menggunakan metode ayakan didapatkan hasil bahwa perairan tersebut tercemar berat karena nilai 0,06 terletak pada derajat < 1, sedangkan metode eickman grab didapatkan hasil yaitu 2,1 yang  terletak > 2 pada derajat kebebasan sehingga perairan tersebut belum tercemar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut yaitu faktor kedalaman dari perairan, perairan yang kedalamannya tidak tinggi cenderung memiliki kandungan limbah yang banyak sehingga pencemarannya cukup tinggi sedangkan pada perairan dalam jumlah limbahnya tidak terlalu banyak karena limbah cenderung bergerak ke pinggir perairan (Pinggir danau) karena pada percobaan eickman grab pengambilan sampelnya pada perairan yang cukup dalam dibandingkan dengan metode ayakan.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
              Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini yaitu:
1.    Nilai indeks perbandingan sekuensial yang didapatkan dari 2 metode yang digunakan memiliki nilai berbeda yaitu untuk eickman grab nilai I.P.S yaitu 2,1  yang memiliki tingkat keragaman yang cukup besar karena perairannya belum tercemar dan untuk ayakan yaitu 0,06 memiliki tingkat keragaman yang rendah karena pencemarannya cukup tinggi.
2.    Peralatan-peralatan utama yang digunakan dalam percobaan indeks perbandingan sekuensial yaitu  eickman grab dan ayakan.

V.2 Saran
                 Saran saya yaitu agar Laboratorium diperlengkap dengan alat pendingin udara dan jumlah kursi yang dalam kondisi bagus.










DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos Di Sungai Bah Bolon.             http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26848/5/Chapter%20I.pdf  . Diakses pada tanggal 7 April 2013, Pukul 21.00 WITA, Makassar.

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan     Pesisir. ITB, Bogor.

Badrun, Yeeri, (2008). “Ilmu Lingkungan” Analisis Kualitas Perairan Selat Rupat             Sekitar Aktivitas Industri Minyak Bumi Kota Dumai. Volume (1) 2, Hal:          21-22.

Jailani dan M. Nur, (2012). “Rona Lingkungan Hidup” Studi Biodiversiti Bentos     Di Krueng Daroy Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.           Volume : 5, Hal: 13-15.

Michael, P., 1999. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan            Laboratorium. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Salmin, (2005). “Oseana”  Oksigen Terlarut (DO) Dan  Kebutuhan             Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Menentukan     Kualitas Perairan. Volume XXX, Nomor 3, hal : 21 - 26.

Umar, Muhammad Ruslan, 2013. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Jurusan          Biologi. Universitas Hasanuddin, Makassar.






           














































repository.usu.ac.id/bitstream/123456789