Monday, May 13, 2013

Percobaan keanekaragaman Bentos


Indeks Perbandingan Sekuensial keanekaragaman Bentos



BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
            Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme laut kedalam air, sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air (Salmin, 2005).
            Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa pembuangan kotoran dan cairan pembuangan industri yang masuk ke dalam sungai-sungai. Hal ini menyebabkan zat-zat beracun yang terdapat pada cairan pembuangan tersebut terlarut dan terbawa masuk ke laut. Cairan buangan adalah sisa pembuangan dalam suatu bentuk cairan yang dihasilkan dari proses-proses industri dan kegiatan rumah tangga (Michael, 1999).
            Di dalam suatu ekosistem perairan, kita dapat mengenal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu  bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos. Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam sutu perairan, hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala maupun alat-alat lainnya. Dalam praktikum ini akan dilakukan pengambilan cuplikan bentos untuk tujuan studi kuantitatif dengan menggunakan  alat pengeruk yang disebut
Eickman Crab (Umar, 2013).
I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dari percobaan ini ialah:
a.       Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks perbandingan sekuensial.
b.      Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

1.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 4 April 2013, pengambilan sampel dilaksanakan pada pukul 06.00 - 09.00 WITA, Bertempat di Danau Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan yang dilakukan didalam Laboratorium dilaksanakan pada Pukul 14.30 - 17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
           










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Beragam binatang dan tumbuhan hidup pada atau di dasar aliran, sungai, kolam, danau dan lautan. Nama bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar  dicamkan bahwa istilah “dasar” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman terbesar dari setiap  badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalamna yang berbeda, namun juga dengan sifat fisik substrat. Keragaman demikian sangat besar (Michael, 1999).
            Indeks Keanekaragaman Bentos menggambarkan perairan dalam kondisi tercemar sedang. Adanya perbedaan ini disebakan oleh sifat dasar sedimen sebagai media hidup bentos yang cenderung bersifat tetap dan mengakumulasi setiap bahan pencemar yang datang kepadanya. Terkamulasinya bahan pencemar tersebut mengakibatkan kualitas sedimen tersebut akan semakin menurun sehingga pada akhirnya akan menggaggu keseimbangan ekologis yang ada di sedimen tersebut. Gangguan terhadap keseimbangan ekologis pada sedimen tersebut terbukti dari hasil analisis keanekaragaman bentos yang menggambarkan telah terjadinya pencemaran pada tingkat sedang (Badrun, 2008).
            Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau melekat pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya, bentos dibedakan menjadi fitobentos yaitu bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu bentos yang bersifat hewan. Berdasarkan cara hidupnya bentos dibedakan atas dua kelompok, yaitu infauna (bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan) dan epifauna (bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan). Berdasarkan ukuran tubuhnya bentos dapat dibagi atas makrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran > 2 mm, meiobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran 0,2 – 2 mm, dan mikrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran < 0,2 mm (Anonim, 2011).
            Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Penurunan keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi (Anonim, 2011).
            Bentos terutama makrozoobentos memegang peranan penting di perairan yang ditempatinya. Diantaranya dapat membantu mempercepat dekomposisi materi organik sebagai makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar dan dapat juga digunakan sebagai indikator kualitas air (Zulmahdi, 1995:5). Sifat bentos yang khas yaitu memiliki toleransi terhadap perubahan lingkungan dan hidupnya yang relatif menetap. Adanya pencemaran  perairan dapat dikenali dan dapat menurunkan keragaman spesies makarobenthos (Jailani dan Nur, 2012).
            Berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, bentos khususnya makrozoobentos dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok intoleran, fakultatif dan toleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi lingkungan yang luas yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme toleran tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan organik (Ardi, 2002).
            Kehidupan organisme air yang akan berlangsung terus jika air mengandung unsur yang dibutuhkan dalam kondisi seimbang, seperti halnya kehidupan organisme lain, maka penyebaran dan kehidupan komunitas bentos juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungannya. Kelarutan Oksigen kurang dari 1 (satu) ppm akan mengakibatkan kematian bagi organisme perairan. Konsentrasi Oksigen terlarut mencapai nilai terendah pada waktu subuh dan kemudian meningkat pada waktu siang, akhirnya mencapai nilai tertinggi pada waktu siang hari (Jailani dan Nur, 2012).
            Pengeruk Ekman ini adalah alat standar yang digunakan secara luas untuk studi kuantitatif dasar lunak. Badan Pengeruk adalah suatu kotak bujur sangkar atau segiempat. Pembukaan yang lebih rendah ditutupi dengan sepasang gigi mirip sekop, yang digerakkan oleh per. Bila tertutup, gigi-gigi akan menutupi kotak secara rapat dan bila ditarik terpisah, keseluruhan dasar kotak akan terbuka. Pengeruk diturunkan dengan gigi-gigi dibiarkan terbuka. Gigi-gigi akan menutup, dan selama proses ini bahan dasar diserok oleh gigi-gigi itu. Kotak pengeruk dibuat dengan ukuran khusus sedemikian, sehingga daerah dasar yang diketai dapat diambil sampelnya. Pengeruk Ekman atau berbagai modifikasinya dapat digunakan hanya dalam dasar yang lunak dari lumpur atau lapisan (Michael, 1999).
            Zone litoral memeperlihatkan keragaman keadaan dasar yang terbesar, yaitu berpasir, berlumpur atau berbatu-batu, yang masing-masing menunjang kekhasan biota. Cara pengambilan sampel serta peralatan yang digunakan harus bersesuaian. Fauna bentik umumnya terdiri atas sedentary atau binatang yang bergerak nisbi lambat.  Dalam lingkungan kelautan, dikenal zone litoral supratidal (diatas batas air pasang tertinggi), intertidal (zone dengan ketinggian air yang berubah-ubah), dan subtidal (Permanen di bawah air) (Michael, 1999).
            Pengukuran faktor fisik dan kimia perairan seperti suhu, kecerahan, salinitas dan derajat keasaman dilakukan in situ yaitu (Jailani dan Nur, 2012):
a. Suhu           
            Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan thermometer ke dalam air.
Pembacaan skala dilakukan sewaktu thermometer masih di dalam air.
b. Kecerahan
            Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan piringan secchi ke dalam perairan hingga tidak terlihat batas hitam putih, kemudian dicatat kedalamannya. Lalu ditenggelamkan lebih dalam dan dicatat kedalamannya. Nilai rata-rata kedua jeluk tadi diambil sebagai nilai kecerahan.
c. Salinitas
            Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refragtometer yaitu dengan cara memasukkan satu atau dua tetes aquadest pada lubang ujung refragtometer setelah garis putih atau biru tepat pada titik nol, maka teteskan satu atau dua tetes air sample pada tempat yang sama dengan aquadest.
d. Derajat keasaman
            Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan mencelupkan bagian bawah atau bagian tertentu dari pH meter ke dalam aquadest selama 2-5 menit. setelah angka berada pada angka 7 maka masukkan bagian tertentu dari pH meter ke dalam air sampel.

BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah, botol ukuran 600 ml, Eickman Grab, Ayakan (Mess), Baskom, Baki plastik, dan Pinset.

III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah, Alkohol 70% dan Bentos.

III.3 Cara Kerja
III.3.1 Cara Pengambilan Sampel
            Adapun cara kerja dalam pengambilan sampel di perairan adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan Ayakan
1.      Ambillah Ayakan dan keruklah pada bagian dasar danau hingga terambil bentos yang bercampur lumpur pada dasar perairan.
2.      Bersihkan Bentos yang bercampur dengan lumpur.
3.      lakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda.
b. Menggunakan Eickman Grab
1.      Bukalah kedua belahan pengeruk eickman grab hingga menganga dan kaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
2.      Masukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
3.      Jatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya sehingga kedua belahan eickman grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat didasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
4.      Tariklah perlahan-lahan eickman grab ke atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom.
5.      Sampel kemudian diayak sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang. Seleksilah hewan bentos yang dijumpai dengan cermat kemudian masukkan kedalam botol.
6.      Lakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda.

III.3.2 Cara Kerja di Laboratorium
            Adapun cara kerja dalam melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.     Mengambil sampel yang sudah diawetkan dan menumpahkan ke dalam baki plastik.
2.     Mengambil secara acak satu per satu dengan tangan dan meletakkan ke dalam baki plastik yang lain.
3.     Membandingkan sampel yang diurutkan mulai no.1 dengan no.2, no.2   dengan no.3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah jenis tersebut sama atau berbeda.
4.     Melakukan pengamatan sampai semua sampel habis (sampel yang diambil dengan gickman grab dan ayakan pada lokasi yang sama digabung).
5.     Mencatat semua data, kemudian melakukan perhitungan indeks keanekaragaman bentos di ekosistem perairan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1  Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
A. Hasil Pengamatan Menggunakan Eickman Grab
A B AAAA C B AAAA D A

Jumlah Run                = 8
Jumlah Spesimen       = 14
Jumlah Taksa             = 4
B. Hasil Pengamatan Menggunakan Ayakan
AAAAAAAAAAAAAAA

Jumlah Run                = 1
Jumlah Spesimen       = 15
Jumlah Taksa             = 1
IV.1.2 Analisis Data
A. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial Eickman Grab
     IPS =
            =
            = 2,1 (Belum tercemar)

B. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial Ayakan
     IPS =
            =
            = 0,06 (Tercemar Berat)
Derajat Pencemaran :
> 2         = Belum Tercemar
1,6-1,9   = Tercemar Ringan
1,1 - 1,5 = Tercemar Sedang
<  1        = Tercemar Berat

IV.2 Pembahasan
                 Pada Percobaan “Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos” Di Ekosistem Perairan bertujuan untuk mengetahui keragaman bentos keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan indeks perbandingan sekuensialnya dan untuk mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.
                 Dalam melakukan percobaan ini perlu dilakukan pengambilan sampel pada perairan yang memiliki organisme didalamnya. untuk mengambil bentos ada 2 metode yang digunakan yaitu menggunakan ayakan dan eickman grab. Cara menggunakan ayakan yaitu menyiapkan ayakan dan keruklah lumpur yang ada bentosnya sebanyak 2 kali pada tempat yang berbeda. Sedangkan untuk menggunakan eickman grab, caranya yaitu membuka belahan eickman grab hingga menganga dan kaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut, Selanjutnya memasukkan pengeruk ke dasar perairan secara vertikal sampai dasar kemudian jatuhkan logam pembeban sepanjang tali hingga belahan eickmna grab  tertutup dan masukkan isi eickman grab kedalam baskom.
                 Dengan mengunakan 2 metode dalam pengembalian sampel didapatkan data hasil yang berbeda yaitu untuk metode ayakan jumlah run yang didapatkan yaitu 1, jumlah specimen 15, dan jumlah taksa 1, sehingga dengan  menggunakan rumus S.C.I (I.P.S) dalam menguji nilai indeks perbandingan sekuensial eickman grab didapatkan nilainya yaitu 0,06. Kemudian dibandingkan dengan derajat pencemaran yaitu terletak  < 1 sehingga perairan tersebut dalam keadaan tercemar berat. Adapun untuk metode eickman grab didapatkan hasil bahwa jumlah run 8, jumlah spesimen 14, dan jumlah taksa 4 sehingga dengan menggunakan I.P.S didapatkan hasil yaitu 2,1 dan dibandingkan dengan derajat pencemaran terletak pada > 2 sehingga dapat dikatakan pencemaran tersebut belum tercemar.
                 Kondisi perairan dengan menggunakan metode ayakan didapatkan hasil bahwa perairan tersebut tercemar berat karena nilai 0,06 terletak pada derajat < 1, sedangkan metode eickman grab didapatkan hasil yaitu 2,1 yang  terletak > 2 pada derajat kebebasan sehingga perairan tersebut belum tercemar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut yaitu faktor kedalaman dari perairan, perairan yang kedalamannya tidak tinggi cenderung memiliki kandungan limbah yang banyak sehingga pencemarannya cukup tinggi sedangkan pada perairan dalam jumlah limbahnya tidak terlalu banyak karena limbah cenderung bergerak ke pinggir perairan (Pinggir danau) karena pada percobaan eickman grab pengambilan sampelnya pada perairan yang cukup dalam dibandingkan dengan metode ayakan.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
              Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini yaitu:
1.    Nilai indeks perbandingan sekuensial yang didapatkan dari 2 metode yang digunakan memiliki nilai berbeda yaitu untuk eickman grab nilai I.P.S yaitu 2,1  yang memiliki tingkat keragaman yang cukup besar karena perairannya belum tercemar dan untuk ayakan yaitu 0,06 memiliki tingkat keragaman yang rendah karena pencemarannya cukup tinggi.
2.    Peralatan-peralatan utama yang digunakan dalam percobaan indeks perbandingan sekuensial yaitu  eickman grab dan ayakan.

V.2 Saran
                 Saran saya yaitu agar Laboratorium diperlengkap dengan alat pendingin udara dan jumlah kursi yang dalam kondisi bagus.










DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos Di Sungai Bah Bolon.             http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26848/5/Chapter%20I.pdf  . Diakses pada tanggal 7 April 2013, Pukul 21.00 WITA, Makassar.

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan     Pesisir. ITB, Bogor.

Badrun, Yeeri, (2008). “Ilmu Lingkungan” Analisis Kualitas Perairan Selat Rupat             Sekitar Aktivitas Industri Minyak Bumi Kota Dumai. Volume (1) 2, Hal:          21-22.

Jailani dan M. Nur, (2012). “Rona Lingkungan Hidup” Studi Biodiversiti Bentos     Di Krueng Daroy Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.           Volume : 5, Hal: 13-15.

Michael, P., 1999. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan            Laboratorium. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Salmin, (2005). “Oseana”  Oksigen Terlarut (DO) Dan  Kebutuhan             Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Menentukan     Kualitas Perairan. Volume XXX, Nomor 3, hal : 21 - 26.

Umar, Muhammad Ruslan, 2013. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Jurusan          Biologi. Universitas Hasanuddin, Makassar.






           














































repository.usu.ac.id/bitstream/123456789