BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman
jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi
biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu
komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut
disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jika suatu
komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang
dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2013).
Pada
penelitian keanekaragaman hayati ini menampilkan daftar jenis dan informasi
lainnya, misalnya jumlah individu, fungsi, dan habitat tempat hidupnya. Dipilih
cara mengukur keanekaragaman dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (Indeks
Keanekaragaman Shannon- Wienner) memakai jumlah jenis, kelimpahan atau jumlah
individu setiap jenis, dan menggabungkan keduanya. Nilai keanekaragaman
bervariasi, semakin tinggi nilainya berarti keanekaragaman jenis semakin
tinggi. Sebaran keanekaragaman (evenness) merupakan perbandingan antara nilai
keanekaragaman yang diperoleh dengan nilai keanekaragaman maksimum (Erawati dan
Sih, 2010).
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari
dilaksanakan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunita dengan
berdasarkan pada Indeks Simpson dan Shannon-Wiener.
2. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan
rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas.
I.3. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 April 2013 dari pukul 14.00-16.00 WITA.
Pengamatan di lapangan dilaksanakan pada pukul 14.30 WITA yang bertempat di
belakang Omega dan di Laboratorium dilaksanakan pada pukul 15.30 WITA,
bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tidak ada individu dalam suatu populasi yang persis
sama. Perbedaan morfologis di antara individi-individu Dri
populasi yang sama disebabkan oleh rias genetiknya maupun oelh keragaman dalam
berbagai faktor lingkungan. Sifat dan tingkat keragaman ini mencirikan fenotip
dari keseluruhan populasi. Karena individu-individu suatu populasi saling
membiak secara bebas di antara mereka sendiri, mereka memakai bersama kutub
genetik yang sama memiliki sejumlah gen yang umum. Ini menghasilkan kemiripan
yang besar dibandingkan keragaman. Meskipun habitat mikro yang dihuni oleh
anggota-anggota suatu populai berbeda satu sama lain, dalam daerah tertentu
mereka mirip. Dengan demikian, keragaman yang dihasilkan dalam morfologi mereka
berkisar pada kenampakan utama yang umum. Sifat dan tingkat keragaman adalah
khas untuk suatu ineraksi populasi-habitat. Keragaman yang demikian tidak hanya
dicerminkan dalam morfologi individu-individu, namun juga dalam fisiologi garis
besar, alur-alur metabolic, komposisi biokimia, dan perilaku (Michael, 1999).
Jumlah
jenis dalam komunitas disebut kekayaan jenis (species richness) dan tidak cukup untuk mempertelakan
keanekaragaman. Sama pentingnya adalah kelimpahan relatif (relatif abundance) dari masing-masing populasi. Keanekaragman lebih
besar; yaitu jika populasi-populasi itu sama satu sama lain dalam
kelimpahannya, dan bukan beberapa sangat umum sedangkan yang lain sangat
jarang. Jika individu-individu itu sangat bervariasi ukurannya, suatu ukuran
tentang kepentingan relatif (relative
importance) adalah lebih baik, seperti proporsi penutupan bagi tumbuhan
terna, luas bidang dasar (basal area) bagi
pepohonan, atau biomassa pada sebarang
organisme (Deshmukh, 1986).
Dalam
komunitas alami biasanya ada beberapa jenis yang melimpah dan banyak jenis yang
jarang, walaupun polanya yang tepat berbeda bila komunitas-komunitas itu dibandingkan,
tetapi teori-teori ini lebih baik dianggap sebagai deskriptif sampai dasar
biologinya lebih dipahami lagi. Yang menarik adalah perbedaan tajam antara
hutan tropika memperlihatkan ekuitabilitas dan kekayaan jenis yang besar
(Deshmukh, 1986).
Komunitas
yang tidak berubah untuk masa yang lama dikatakan sebagai komunitas stabil.
Pada suatu saat banyak ekologiawan percaya bahwa komunitas yang paling kompleks
dan paling keanekaragaman adalah yang paling stabil. Walaupun tak ada korelasi
yang sesederhana itu, pengertian it uterus dipertahankan. Kebanyakan perdebatan
tentang hubungan antara keanekaragaman dan stabilitas berpangkal pada banyaknya
pemakain istilah “stabilitas”, yang
beberapa diantaranya bertolak belakang (Deshmukh, 1986).
Berbagai
populasi secara genetika terisolasi satu sama lain, maka komunitas yang
kompleks merupakan kumpulan yang jauh
lebih longgar daripada poopulasi. Meskipun demikian, ada sifat-sifat komunitas
yang dapat diukur dan dibandingkan. Salah satu ciri yang menarik adalah
keanekaragaman jenis, yang meningkat dengan jelas jika kita bergerak ke
arah equator. Suatu penelaahan secara
kritis terhadap bukti-bukti menunjukkan bahwa tipe dan skala waktu dari
gangguan, lamanya asosiasi antarjenis, heterogenitas ruang dalam lingkungan,
dan ruang relung total yang lebih besar mendorong keanekaragaman di daerah
tropika. Namun, keumuman faktor-faktor ini (dan kemungkinan pentingnya
faktor-faktor lain) sangatlah sulit untuk dinilai secara tegas. Yang terutama sulit untuk diterangkan secara kuantitatif adalah keanekaragaman
pohon-pohon di hutan hujan tropika
(Deshmukh, 1986).
Analisis komunitas tumbuhan
merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau
struktur vegetasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah
unutk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah
yang dipelajari. Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut
bentuk pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk
pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba,
dan liana. Bentuk pertumbuhan dikelompokkan menjadi lima (Indriyanto, 2010)
antara lain sebagai berikut:
1) Phanerophytes, golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya lebih dari 30 cm.
2) Chamaephytes, tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm.
3) Hemicryptophytes, tetumbuhan golongan rerumputan dan herba.
4) Cryptophytes, tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhan berada di bawah permukaan tanah atau air.
5) Therophytes, tetumbuhan yang tidak mempunyai organ pertumbuhan khusus. Golongan tumbuhan tersebut pada umumnya herba setahun.
Indeks dominansi (index of dominance) adalah parameter yang
menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu
komunitas. Keanekaragaman spesies
merupakan cirri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya.
Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan
mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga
dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya
(Soegianto, 1994).
Keanekaragamn spesies yang tinggi
menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi
spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan
memiliki keanekaragaman yang tinggi jika disusun oleh oleh banyak spesies.
Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang
rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada
sedikit saja yang dominan (Indriyanto, 2010).
Semua pohon dengan garis tengah 10
cm atau lebih pada bagian tengahnya, harus dianggap sebagai kanopi. Menghitung
indeks keragaman shanon-Weiner bagi setiap stratum dengan menggunakan rumus
keragaman (Michael, 1999) adalah sebagai berikut:
Keragaman = -
di mana Pi=
In adalah logaritma dengan
dasar e.
Spesies yang berbeda dapat diberi nomor penciri saja
(misalnya Spesies 1, Spesies 2, dan sebagainya), dan tidak diperlukan pencirian
yang spesifik.
Untuk memperkirakan keanekaragaman spesies ada beberapa
indeks keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis
komunitas, antara lain indeks Simpson atau Simpson of diversity (D) (Indriyanto,
2010).
D = I -
2
Dimana D = indeks Simpson = indeks keanekaragaman Simpson
P-i = Proporsi spesies
ke-I dalam komunitas
s = jumlah spesies
Metode petak merupakan prosedur merupakan prosedur yang
paling umum digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk
komunitas tumbuhan. Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi,
atau lingkaran. Di samping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan
dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. Metode jalur merupakan metode
yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut
kondisi tanah, topografi, elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis
kontur (garis tinggi/garis topografi) dan sejajar satu dengan yang lainnya.
Sedangkan metode garis berpetak dianggap sebagai modifikasi dari metode petak
ganda atau metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih
petak-petak dalam jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak
pada jarak tertentu yang sama. Untuk metode kombinasi yang dimaksudkan adalah
kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak (Indriyanto,
2010).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
Meteran, tali rapiah, patok ukuran 1 m.
III.2
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah Areal yang akan diamati (tumbuhan).
III.3 Cara Kerja
Adapun cara
kerja dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Dipilih
suatu areal yang akan diduga tingkat keanekaragamannya.
2. Dibuat
garis panjang dengan menggunakan tali rapiah sejauh 30 meter.
3. Tiap-tiap
jarak 10 meter dibuat petak sampel ukuran 10x10 meter dengan patokan pada jarak
utama.
4. Dibuat
lagi petak sampel di dalam petak sampel sebelumnya (10x10 meter) dengan ukuran
5x5 meter.
5. Dibuat
lagi petak sampel di dalam petak sampel sebelumnya dengan ukuran 1x1 meter.
6. Diulang
kembali langkah 3-5 pada jarak 10 meter selanjutnya, sehingga menghasilkan 3
petak sampel pada garis panjang 30 meter.
7. lakukan
pengamatan spesies-spesies yang ada pada masing-masing petak sampel (petak 1x1
meter: rerumputan, petak 5x5 meter: tumbuhan semak, dan 10x10 meter:
pepohonan.)
DAFTAR
PUSTAKA
Deshmukh, Lan,
1986. Ekologi dan Biologi Tropika.
Blackwell Scientific Publications
Limited, Oxford.
Erawati, Nety
V., dan Sih Kahono (2010). “J. Entomol. Indon” Keanekaragaman Dan
Kelimpahan Belalang Dan Kerabatnya (Orthoptera) Pada Ekosistem Pegunungan Di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak. September 2010,
Vol. 7, No. 2. Hal: 100-115.
Indriyanto,
2010. Ekologi Hutan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Michael,
P., 1999. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Soegianto, A.,
1994. Ekologi Kuantitatif:Metode Analisis
Populasi dan Komunitas.
Penerbit Usaha Nasional, Jakarta.
Umar,
Muhammad Ruslan, 2013. Ekologi Umum Dalam
Praktikum. Jurusan Biologi.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
blognya bagus sekali kak
ReplyDeleteemail axis