BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Secara
umum dapat dapat dikatakan bahwa untuk menetukan indeks keanekaragaman suatu
komunitas, sangat diperlukan pengetahuan/keterampilan dalam mengidentifikasi
hewan. Pada dasarnya, jumlah hewan yang berbeda di daerah tropis jauh lebih
baik banyak bila dibandingkan dengan daerah temperatur dan daerah beriklim
dingin. Bagi seseorang yang sudah terbiasa pun, melakukan identifikasi hewan
sering membutuhkan waktu yang lama, apalagi bagi yang belum terbiasa (Umar,
2013).
Pada
penelitian keanekaragaman hayati ini menampilkan daftar jenis dan informasi
lainnya, misalnya jumlah individu, fungsi, dan habitat tempat hidupnya. Dipilih
cara mengukur keanekaragaman dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (Indeks
Keanekaragaman Shannon- Wienner) memakai jumlah jenis, kelimpahan atau jumlah
individu setiap jenis, dan menggabungkan keduanya. Nilai keanekaragaman
bervariasi, semakin tinggi nilainya berarti keanekaragaman jenis semakin
tinggi. Sebaran keanekaragaman (evenness) merupakan perbandingan antara nilai
keanekaragaman yang diperoleh dengan nilai keanekaragaman maksimum (Erawati dan
Sih, 2010).
Beberapa tujuan yang praktis, ada suatu cara penentuan untuk menduga indeks
keanekaragaman suatu habitat / komunitas, tanpa harus mengetahui nama
masing-masing jenis hewan dan kelompok hewan. Kemampuan yang diperlukan hanya
menyatakan, apakah kedua jenis hewan sama atau tidak / berbeda. Metode itu dikemukakan
oleh Kennedy (1977) (Umar, 2013).
I.2
Tujuan Percobaan
Tujuan
dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan
indeks keanekaragaman serangga yang terdapat di padang rumput dengan
menggunakan indeks kennedy.
b. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan
rumus-rumus sederhana dan cepat dalam memprediksi keadaan suatu komunitas.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 11
April 2013, pengambilan sampel dilaksanakan pada pukul 06.00 - 08.00 WITA,
Bertempat di Danau Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan yang dilakukan
didalam Laboratorium dilaksanakan pada Pukul 14.30 - 17.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman hayati merupakan
kekayaan hidup organisme dibumi, berupa tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan
genetika yang dikandungnya, serta ekosistem yang dibangunya menjadi lingkungan
hidup. Jadi keanekaragaman hayati harus dillihat dari tiga tingkatan yaitu
tingkatan variasi genetik, variasi spesies, dann variasi habitat atau ekosistem
(Umar, 2013).
Indeks keragaman jenis merupakan
parameter yang sangat banyak digunakan
untuk membandingkan data komunitas tumbuhan dan hewan terutama untuk
mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan suksesi yang dan kestabilan
dari komunitas tersebut. Keragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks
keragaman jenis yang merupakan perbandingan
antara jumlah dari jenis dan nilai penting untuk jumlah atau biomassa atau
produktivitas dari individu (Usman, 2010).
Komunitas yang mengalami situasi
lingkungan yang keras dan tidak menyenangkan di mana kondisi fisik
terus-menerus menderita, kadangkala atau secara berkala, cenderung terdiri atas
sejumlah kecil spesies yang berlimpah. Dalam lingkungan yang lunak atau
menyenangkan, jumlah spesies besar, namun tidak ada satu pun yang berlimpah.
Keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu
daerah tertentu atau sejumlah spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan
secara numeric sebagai indeks keragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas
adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah
bila komunitas menjadi makin stabil. Gsngguan parah menyebabkan penurunan yang
nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar juga mencirikan ketersediaan
sejumlah besar ceruk (Michael, 1999).
Salah satu alasan mengapa serangga
memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan
reproduksinya yang tinggi, serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat
besar, dan pada beberapa spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi
dalam satu tahun (Febriawan, 2012).
Tidak ada individu dalam suatu
populasi yang persisi sama. Perbedaan morfologis di antara individi-individu Dri
populasi yang sama disebabkan oleh rias genetiknya maupun oelh keragaman dalam
berbagai faktor lingkungan. Sifat dan tingkat kkeragaman ini mencirikan fenotip
dari keseluruhan populasi. Karena individu-individu suatu populasi saling
membiak secara bebas di antara mereka sendiri, mereka memakai bersama kutub
genetik yang sama memiliki sejumlah gen yang umum. Ini menghasilkan kemiripan
yang besar dibandingkan keragaman. Meskipun habitat mikro yang dihuni oleh
anggota-anggota suatu populai berbeda satu sama lain, dalam daerah tertentu
mereka mirip. Dengan demikian, keragaman yang dihasilkan dalam morfologi mereka
berkisar pada kenampakan utama yang umum. Sifat dan tingkat keragaman adalah
khas untuk suatu ineraksi populasi-habitat. Keragaman yang demikian tidak hanya
dicerminkan dalam morfologi individu-individu, namun juga dalam fisiologi garis
besar, alur-alur metabolic, komposisi biokimia, dan perilaku (Michael, 1999).
Makin besar jumlah jenis, makin
besar pula keanekaan hayati. Melalui evolusi yang terus-menerus terjadi pula
kepunahan. Bila jenis baru terjadi lebih banyak dari kepunahan maka keanekaan
hayati bertambah. Sebaliknya jika kepunahan terjadi lebih banyak dari
terbentuknya jenis baru, maka keanekaan hayati akan menurun. Untuk pelestarian
lingkungan keanekaan merupakan sumber daya alam hayati karena, merupakan bagian
dari mata rantai tatanan lingkungan atau ekosistem, mampu merangkai satu unsur
dengan unsur tatanan lingkungan yang lain, dan dapat menunjang tatanan lingkungan
itu sehingga menjadikan lingkungan alam ini suatu llingkungan hidup yang amu
memmberikan kebutuhan makhluk hidupnya (Ferial, 2013).
Setiap tingkatan biologi sangat
penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya
penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies mewakili aneka ragam adaptasi
evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu. Keragaman spesies
menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya; contohnya, hutan hujan
tropik dengan aneka variasi spesies yang menggasilkan tumbuhan dan hewan yang
dapat digunakan untuk makanan, tempat
bernaung dan obat-obatan (Umar, 2010).
Jika tatanan lingkungan hanya
terdiri dari sedikit jenis hayati, sangat peka dan mudah terganggu
keseimbangannya. Semakin beraneka ragam sumber alam hayati, semakin stabil
tatanan lingkungan tersebut. Jelasnya keanekaan hayati sangat penting, tidak
hanya bagi kelangsungan hidup makhluknya, tetapi juga untuk kelestarian tatanan
lingkungan itu sendiri. Dalam beberapa dekade terakhir abad ke-20, laju
keanekaan hayati sebagai perkiraan kasar meliputi 40-400 kali juta kepunahan
normal (Ferial, 2013).
Keanekaan ccenderung akan rendah
dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendali biologi. Sedikit jenis
dengan jumlah yang besar, banyak jenis yang langka dengan jumlah yang kecil.
Keanekaan jenis mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi secara
berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan atau fisik. Keanekaan yang
tinggi berarti mempunyai rantai-rantai makanan yang panjang dan lebih banyak
kasus dari simbiosis (interaksi), kendali yang lebih besar untuk kendali umpan
balik negatif yang dapat mengurangi gangguan-gangguan, dan karenanya akan
meningkatkan kemantapan. Lebih banyak energi yang mengalir ke dalam keanekaan,
biaya hara bebas ditanah akan larut
dalam air hujan dan kemudian diserap tumbuhan untuk perkembanganya. Hara yang
diserap ini cepat atau lambat akan diberikan lagi kepada makhluk hidup lain.
Sehingga dekomposisi juga disebut
sirkulasi hara (Ferial, 2013).
Keanekaragaman hayati (biodiversity)
sebagai kegiatan yang mengungkapkan jumlah jenis (kekayaan jenis atau species
richness) yang ditemukan pada suatu komunitas/ekosistem dan bagaimana
kemerataan jumlah individu yang tersebar di antara jenis tersebut (evenness)
(Erawati dan Sih, 2010).
Pengumpulan dengan jaring
vegetasi, jaring-jaring penyapu umumnya digunakan untuk mengambil sampel serangga
vegetasi. Ini adalah cara yang sederhana
dan cepat untuk pengambilan sampel. Kekuranganya adalah bahwa hanya
serangga-serangga yang tidak terjatuh atau kabur pada saat si pengumpul
mendekati vegetasi, yang dapat ditangkap. Jaring-jaring penyapu adalah
jaring-jaring untuk serangga yang lincah, yang biasaya terbuat dari bahan katun
yang tebal, Mulutnya umumnya bulat, namun mulut yang berbentuk huruf berbentuk huruf-D (sekitar 30 cm) adalah
ideal untuk digunakan dalam tanah ladang, atau di atas vegetasi yang rendah
(Michael, 1999).
Botol pembunuh digunakan untuk
membunuh hama serangga yang tertangkap sebelum diproses lebih lanjut. Botol
pembunuh ini terbuat dari gelas ataupun plastik yang memiliki tutup yang rapat
dan memiliki mulut yang lebar. Pada dasar botol diberi cairan pembunuh seperti
ether atau chloroform. Di antara cairan pembunuh dengan ruang pembunuh diberikan pembatas berupa saringan
(seperti saringan pada penanak nasi) dan kapas (Pribadi dan Illa, 2010).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1
Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah Botol ukuran 600 ml, pinset, botol pembunuh, dan
sweeping net.
III.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah Alkohol 70% dan serangga yang telah mati.
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Cara Pengambilan Sampel
Adapun cara kerja dalam pengambilan
sampel adalah sebagai berikut:
a. Memilih
tempat/lokasi di padang rumput yang di sekitar Danau Unhas, Kemudian melakukan
penagkapan serangga dengan menggunakan jarring serangga (sweeping net).
b. Mengayunkan
sweeping net ke kiri dan ke kanan di permukaan padang rumput dengan melangkah
sebanyak 20 kali (10 langkah maju dan 10 langkah kembali). Mengulangi penangkapan
sebanyak 2 kali pada lokasi yang berbeda.
c. Menggulung
jaring sweeping net agar serangga tidak lepas, kemudian masukkan kedalam botol
pembunuh yang berisi alkohol secukupnya dan membiarkannya sampai serangga mati.
III.3.2 Cara Kerja Di Laboratorium
Adapun
cara kerja yang di laksanakan
di Laboratorium adalah sebagai
berikut:
a. Di
Laboratorium, melakukan pengamatan dan perhitungan.
b. Mengambil
serangga yang telah mati satu per satu secara acak, kemudian meletakkannya pada
tempat yang telah disediakan.
c. mengamati
serangga no.1, kemudian pada lembar kerja memberi tanda +, mengambil serangga
no.2 dan meletakkannya brdampingan dengan serangga no. 1 dan mengamatinya. Jika
serangga no.2 berbeda dengan no.1 memberi tanda + pada lembar kerja , tetapi
appabila sama, maka membri tanda 0 pada lembar kerja. Melakukan percobaan
diatas dengan sampel pada lokasi berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Erawati, Nety
V., dan Sih Kahono, (2010). “J. Entomol. Indon” Keanekaragaman Dan
Kelimpahan Belalang Dan Kerabatnya (Orthoptera) Pada Ekosistem Pegunungan Di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak. September 2010,
Vol. 7, No. 2. Hal: 100-115.
Febriawan,
Anggara, 2012. Tinjauan Umum Serangga
Tanah, Keanekaragaman Kelimpahan Dan Penelitian
Yang Relevan. Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Ferial, Eddyman W., 2013. Pengetahuan Lingkungan. Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Michael, P., 1999. Metode Ekologi Untuk
Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Pribadi,
Avry dan Illa Anggraeni, (2010). “Mitra Hutan Tanaman” Teknik Koleksi Dan Identifikasi
Serangga Haa Pada Tanaman Hutan.Vol.5 No 3, Nopember 2010, hal: 99 - 110.
Umar, Muhammad Ruslan, 2013. Modul Bahan Ajar Ekologi Umum. Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Umar, Muhammad Ruslan, 2013. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Laporan lengkapnya dapat diunduh disini
No comments:
Post a Comment
Semoga bermanfaat...Silahkan komentarnya,,,